Tuesday, October 29, 2013

Pesona Biola di "Violination 2"

Biola menjadi instrumen utama menarik dalam pergelaran Violination 2 di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Kamis (24/10) malam. Didiet atau Sigit Ardityo Kurniawan (27) menempatkan biola dalam kawalan band dengan seksi ritme elektrik standar berupa gitar, bas, keyboard, dan drum.

Dalam biola Didiet "Turkish March" karya Mozart itu berubah menjadi lagu layaknya lagu-lagu dalam pertunjukan band. Didiet mempercepat tempo menjadi sangat cepat atau presto. Komposisi aslinya, untuk piano, menerakan tempo allegretto (lebih lamban dari allegro, tapi lebih cepat dari moderato). Jika diukur dengan metronome, kecepatan "Turkish March" dengan tempo allegretto berkisar 100-128 bpm (beats per minute). Didiet mempercepat menjadi 202 bpm. Efeknya, secara pertunjukan, komposisi itu terkesan demonstratif, "akrobatis". Nyatanya, seusai dimainkan, penonton memberi tepuk tangan riuh.

"Aransemen sengaja kita ubah, atau cara membawakan kita pertimbangkan supaya audiens seneng," kata Didiet yang juga awak dari band Kulkul.

Unsur teknis, termasuk kecepatan, itu menjadi salah satu pesona pertunjukan Violination 2. Oleh Didiet dan kawan-kawan, biola juga ditampilkan dalam karakter lembut dan melankolik lewat komposisi orisinal Didiet "If Only". Pada nomor lain, biola diajak bergerak lincah-lincah rancak dalam balutan fusion lewat "Pork Chops". Ini lagu milik Uzeb, kelompok jazz fusion asal Montreal, Kanada, yang pernah datang ke Jakarta. Penampilan Didiet dalam komposisi ini mengingatkan pada gaya violis Perancis, Didier Lockwood, yang diakui Didiet sebagai inspiratornya.

Tiga jenis suguhan di atas menunjukkan betapa luwesnya biola dalam menjelajah beragam genre musik. "Lewat Violination, saya ingin biola juga bisa menjadi lead instrument (alat musik utama). Ia bisa menjadi gantinya vokal," kata Didiet.

Didiet mengakui, selama ini biola bagi sebagian orang telanjur dipersepsikan hanya sebagai instrumen pendamping atau bintang tamu. Violination membuktikan biola menjadi bintang pertunjukan. Dalam pergelaran kali ini, Didiet mengajak kelompok Violet yang terdiri dari tiga violis: Mia, Ava, dan Dhita. Ia juga menggandeng Andien yang dengan nyaman membawakan "Gemilang". Ini lagu milik Krakatau era akhir 1980-an dengan vokalis Tri Utami. Komplet sudah peran biola di panggung hiburan Violination.

Idris Sardi-Mick Jagger
Biola pernah meramaikan pentas pop musik di Indonesia dari masa ke masa. Pada era 1960-1970-an, Idris Sardi bisa disebut sebagai bintangnya.

Idris Sardi yang bergabung dengan band Eka Sapta—yang antara lain didukung Ireng Maulana, Benny Mustafa, dan Bing Slamet (alm)—meliuk-liukkan keindahan biola dalam lagu pop. Ia antara lain mengiringi Ernie Djohan pada lagu "Hanya Sejenak". Idris Sardi juga banyak membuat musik ilustrasi untuk film sampai-sampai oleh sejumlah media pada zamannya disebut-sebut sebagai "si biola maut".

Era 1970-an, band seperti The Mercy's dan D'lloyd melibatkan biola dalam sejumlah lagu-lagu mereka. Biola bagi mereka masih menjadi instrumen "tamu" dan penggeseknya berstatus pemain tambahan alias additional player. Ada pula band C'Blues dengan Adjie Bandi sebagai violis dan vokalis. Dalam C'Blues, biola cukup berperan, antara lain dalam lagu "Ikhlas". Era 1980 datang Lulu Purwanto lewat kelompok jazz Bhaskara yang sempat manggung di North Sea Jazz Festival, Den Haag, Belanda.

Era 1990-an gesekan biola Hendri Lamiri masuk ke berbagai lagu. Biola Hendri ada dalam lagu band rock Voodoo lewat lagu "Untuk Dia". Mengalun pula dalam album Klakustik dari KLa yang direkam live di Gedung Kesenian Jakarta tahun 1996. Hendri Lamiri juga mendukung Panbers versi era 1990-2000-an. Ia juga mengisi biola untuk album Chrisye yang digarap Erwin Gutawa. Belakangan muncul violis perempuan, mulai dari Mayllaffayza sampai barisan muda seperti Clarissa Tamara (14) dan Cecilia Young (17).

Biola dengan manisnya pernah memperindah sejumlah lagu pop yang mendunia. Sebut saja antara lain "Dust in the Wind" dari band progresif rock Kansas, asal Negara Bagian Kansas, AS, yang populer pada akhir 1970-an. Permainan biola dari Robby Steinhardt memberi "nyawa" lagu melankolik tersebut.

Pada akhir 1980-an, Mick Jagger di luar Rolling Stones datang dengan "Party Doll". Lagu ini mendapat sentuhan fiddler dari Sean Keane, penggesek asal Dublin yang pernah mendukung band The Chieftains pada era 1960-an. Permainannya sangat unik, mengingatkan gaya bigpipe, alat tiup tradisional Irlandia.

Dari zaman ke zaman biola mengalun di pentas pop. Satu hal dicatat Didiet, audiens kini telah memberikan apresiasi pada keterampilan teknis musisi. Penonton tidak lagi sekadar mencari pesona fisik di panggung.

No comments:

Post a Comment